Kurikulum Merdeka Belajar di SD, Guru Harus Semakin Kreatif Untuk Mencari Potensi Anak (Prof. Dr. Maria Veronica Roesminingsih M.Pd)
Setiap tanggal 2 Mei, SD Laboratorium UNESA memperingati 2 momen bersejarah sangat penting, yaitu Hari Pendidikan Nasional dan hari berdirinya sekolah. Pada akhir pekan lalu, tim humasi berkesempatan melakukan wawancara dengan Prof. Dr. Maria Veronica Roesminingsih, M.Pd. Wanita kelahiran Cepu, 15 Januari 1954 dari pasangan Rusdi Hadi Mulyono (alm) dan Suhartinah (alm) adalah selain dosen di UNESA, Guru Besar UNESA ke-42, pernah menjadi sekretaris Senat di Fakultas Ilmu Pendidikan, Ketua Komisi Pengembangan UNESA, Kepala Program Studi S2 Pendidikan Luar Sekolah UNESA, Ketua Badan Akreditasi Nasional (BAN) SM, anggota Dewan Pendidikan Jatim, Dewan Pakar PGRI Jatim hingga saat ini, dan mendapatkan penghargaan sebagai Tokoh Pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Ilmu Pendidikan dari ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia). Dan juga sekarang dipercaya menjabat sebagai Direktur Pendidikan Badan Pengelola Sekolah Laboratorium UNESA. Simak wawancaranya:
Berkaitan
dengan Hari Pendidikan Nasional, menurut ibu, bagaimana kurikulum merdeka
belajar di sekolah dasar?
Kita sebagai insan pendidikan tidak pernah bisa
melupakan bahwa 2 Mei adalah hari bersejarah, berkenaan dengan hari lahirnya Ki
Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan kita dan sekaligus beliau orang yang
berani memperjuangkan orang-orang kecil untuk bisa menikmati pendidikan yang
pada saat itu hanya milik orang-orang Belanda. Tetapi dengan hadirnya Ki Hajar
Dewantara orang kecil bisa bersekolah.
Jika terkait dengan merdeka belajar, sebenarnya
apa yang dicanangkan oleh Ki Hajar semua ajarannya itu bersifat humanis, sangat
memberikan kebebasan pada anak didik khususnya agar bisa mengembangkan
potensinya sesuai dengan minat masing-masing.
Sedikit kita telusuri ajaran beliau tentang
kepemimpinan, Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.
Ini menggambarkan seorang pemimpin harus
bisa berada di mana saja. Di depan dia tahu apa yang harus dilakukan, di tengah
dia bisa membangkitkan motivasi, dan di belakang dia bisa memberikan dorongan.
Dan itu jika diterapkan di lingkungan sekolah, maka tidak ada yang namanya
konflik, saling curiga, karena semuanya saiyeg
saeka .praya
Kemudian dalam proses pendidikan, kita juga melihat, tri sentra pendidikan, itu adalah tanggungjawab bersama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Jadi tidak benar kalau anak sudah disekolahkan di sebuah sekolah, keluarga lepas tangan. Dan demikian juga ketika anak di sekolah, sekolah tidak sewenang-wenang menentukan sendiri, tapi juga harus mengikuti apa yang sedang berkembang di masyarakat untuk kita masukkan kedalam kurikulum. Contohnya saja, kalau seandainya kita punya kegiatan yang terkait dengan keterampilan, misal keterampilan mengelas, menjahit, akan lebih bermanfaat kalau kita mengundang masyarakat yang memiliki keahlian di bidang itu kepada anak-anak. Tiga hal tersebut tidak bisa kita lepaskan begitu saja, jadi kita perlu membangun komunikasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dan ini nanti akan menjadi sumber untuk mengembangkan kurikulum merdeka belajar. Anak-anak itu bisa belajar dari masyarakat, tidak harus di sekolah. Misal belajar tentang jual beli, ya diajak ke pasar, disuruh melihat apa yang ada di pasar, diajak ke mall untuk mempelajari bagaimana proses jual beli di mall.
Menurut
ibu, seberapa jauh ukuran “merdeka” untuk anak usia SD?
Kita harus sosialisasi kepada orang tua, supaya
mereka menanamkan nilai-nilai yang dimaksud dalam merdeka belajar itu seperti
apa. Nah ini penting sekali, model-model seperti parenting, komite sekolah,
kita ajak bicara untuk bisa mengomunikasikan dengan para orang tua supaya paham
merdeka belajar itu seperti apa.
Sebenarnya, merdeka belajar itu sendiri
memberikan kebebasan pada anak untuk mengembangkan potensinya. Tentu saja
dengan menggunakan sumber-sumber yang ada di sekitarnya. Tetap ada pengawasan,
jangan sampai merdeka itu diartikan sebagai sebebas-bebasnya.
Ini semua lebih memberikan kesempatan kepada
gurunya, selama ini mungkin lebih banyak dibebani administrasi. Sehingga
potensi guru untuk lebih kreatif dalam mengembangkan pembelajaran menjadi lebih
berkurang.
Sekarang dengan merdeka belajar itu, apalagi membuat RPP saja, tidak perlu sebanyak itu. Poin-poinnya cukup 1 lembar, tetapi untuk menjabarkan 1 lembar itu kita kaitkan dengan sumber-sumber yang ada di sekitar, kreatifitas gurulah yang dituntut mencari referensi, bahan-bahan, mungkin dari internet, masyarakat, dan ini nanti menjadi arahan pada anak-anak. Coba ibu bahas ini kalian bisa mencari sumber-sumber dari sana dan sini, dan hasilnya tuangkan pada sebuah tulisan. Disitulah letak kebebasan.
Ada
banyak mata pelajaran yang harus dipelajari di SD, apakah anak mempelajari
semua, ataukah boleh memilih pelajaran yang mereka inginkan?
Tetap saja mereka belajar semua, dalam kurikulum merdeka belajar ada pelajaran IPAS yang merupakan penggabungan antara pelajaran IPA dan IPS. Mengapa digabung? Karena anak di SD itu masih belum kelihatan mau konsentrasi di mana, masih umum sekali, sehingga diberikan IPAS itu tadi, dari situ nanti kelihatan anak itu fokus ke IPA atau IPSnya. Dari sini harapannya bisa memberikan kebebasan pada anak minatnya kemana. Termasuk matematika itu sendiri, basicnya masih terkait numerasi. Penyampaian matematika itu tidak harus dengan cara yang menakutkan bagi anak, tetapi dengan cara-cara inovatif, sehingga anak-anak mudah memahami. Kuncinya anak-anak nyaman dengan belajar, guru harus lebih humanis, memanusiakan manusia, memanusiakan anak, dan mencari tahu potensinya.
Apa
pesan ibu untuk guru-guru pada Hardiknas 2022 dan Ulang Tahun SD Laboratorium
Unesa yang ke-24 ini?
Hardiknas tidak pernah lepas dari nilai-nilai
yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara, pembelajaran itu yang kita kenal
kognitif, afektif, dan psikomotor. Ki Hajar Dewantara mengajarkan tri-nga,
ngerteni, ngrasakke, nglakoni. Ngerteni itu knowledge berarti kognitif,
ngrasakke itu afektif, nglakoni itu melaksanakan atau psikomotor. Tiga hal ini
tidak hanya kita laksanakan kognitifnya saja, tetapi ketiga-tiganya harus,
dilakukan, jangan sampai memberikan nga yang pertama saja, tetapi sampai
nga
yang ketiga, supaya yang dipelajari anak-anak itu betul-betul bisa
diaplikasikan.
Dengan adanya merdeka belajar, guru harus
semakin kreatif, tidak boleh merasa puas dengan apa yang dimiliki, apalagi
terkait ilmu. Bukan saatnya untuk menunggu, tetapi kita harus mencari sumber
informasi di sekitar kita.
Mudah mudahan di hari
pendidikan nasional tahun 2022 ini SD Laboratorium unesa menjadi semakin
berkembang, semakin hebat, semakin berbeda, dan menjadi sekolah rujukan dan
gurunya semakin berprestasi, professional dan menjadi kebangaaan Labschool
UNESA. Dirgahayu Hari Pendidikan Nasional 2022. Dirgahayu SD Laboratorium UNESA
Sukses untuk semuanya dan sukses selalu.
“Tetap sabar dan ikhlas, jangan pernah berhenti untuk belajar” tutupnya
sembari tersenyum memberikan semangat untuk guru guru.